Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 28 Agustus 2013

Konflik Sosial

KONFLIK SOSIAL

Konflik pada dasarnya adalah  sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan kita. Konflik merupakan bagian dari interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Konflik ini jika dibiarkan berlarut-larut dan berkepanjangan serta tidak segera ditangani akan menimbulkan terjadinya disintegrasi sosial suatu bangsa. Suatu keadaan yang memiliki peluang besar untuk timbulnya konflik adalah perbedaan.  Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan kepentingan.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
            Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
            Dalam sosiologi, kita mengenal adanya teori konflik yang berupaya memahami konflik dari sudut pandang ilmu sosial. Teori konflik adalah sebuah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori konflik lahir sebagai sebuah antitesis dari teori struktural fungsional yang memandang pentingnya keteraturan dalam masyarakat.
            Teori konflik yang terkenal adalah teori yang disampaikan oleh Karl Mark, bagi Mark konflik adalah sesuatu yang perlu karena merupakan sebab terciptanya perubahan. Teori konflik Mark yang terkenal adalah teori konflik kelas dimana dalam masyarakat terdapat dua kelas yaitu kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin (proletar). Kaum borjuis selalu mengeksploitasi kaum proleter dalam proses produksi. Eksploitasi yang dilakukan kaum borjuis terhadap kaum proletar secara terus menerus pada ahirnya akan membangkitkan kesadaran kaum proletar untuk bangkit melawan sehingga terjadilah perubahan sosial besar, yaitu revolusi sosial.
            Teori konflik berikutnya yang juga mempengaruhi teori konflik dalam sosiologi adalah teori yang disampaikan oleh Lewis A. Coser. Coser berusaha merangkum dua perspektif yang berbeda dalam sosiologi yaitu teori fungsionalis dan teori konflik. Pada intinya coser beranggapan bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Ketika konflik berlangsung Coser melihat katup penyelamat dapat berfungsi untuk meredakan permusuhan.
            Katub penyelamat adalah mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mencegah kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katub penyelamat merupakan institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sistem atau struktur sosial. Coser membagi konflik menjadi dua yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang disebabkan tuntutan khusus yang dilakukan oleh partisipan terhadap objek yang dianggap mengecewakan. Contoh: demonstarsi menuntut agar dilakukan penurunan harga BBM. Konflik non-realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan khusus, melainkan untuk meredakan ketegangan salah satu pihak. Contoh: santet pada masyarakat tradisional dan pengkambinghitaman kelompok lain yang dilakukan oleh masyarakat modern.
            Teori konflik lainnya adalah Ralp Dahrendorf, teori dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori konflik Mark. Karl Mark berpendapat bahwa kontrol sarana produksi berada dalam satu individu yang sama. Dahrendorf menolah asumsi ini dengan alasan telah terjadi perubahan drastis dalam masyarakat, yaitu antara masa dimana Mark menyampaikan teorinya dengan masa Dahrendrorf.
            Munculnya dekomposisi modal, dekomposisi tenaga kerja, dan timbulnya kelas menengah baru merupakan dasar dari teori Dahrendrorf. Dekomposisi modal ditandai dengan munculnya korporasi dengan saham yang dikontrol orang banyak. Dekomposisi tenaga kerja adalah munculnya orang ahli yang mengendalikan suatu perusahaan. Timbulnya kelas menengah baru dari buruh terampil dalam suatu perusahaan yang dibawahnya terdapat buruh biasa dengan gaji rendah.
            Dalam perkembangannya teori konflik dibahas lebih spesifik dengan lahirnya cabang baru sosiologi yang membahas tentang konflik yaitu sosiologi konflik. Istilah sosiologi konflik diungkapkan oleh George Simmel tahun 1903 dalam artikelnya The Sociology of conflict.  George simmel kemudian dekenal sebagai bapak dari sosiologi konflik. Dalam tulisan berikutnya akan dibahas beberapa tokoh dan pandangannya mengenai teori konflik seperti Max Weber, Emilie Durkheim, Ibnu Khaldun dan George simmel, teori Karl Mark tidak akan dibahas disini karena telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya.
            Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa bagaimana dinamika konflik dalam sejarah manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial (‘ashobiyah) berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Kelompok sosial dalam struktur sosial mana pun dalam masyarakat dunia memberi kontribusi terhadap berbagai konflik ( Novri Susan 2009:34). Dari sini dapat kita lihat bagaimana Ibnu Khaldun yang hidup pada abad ke-14 juga telah mencatat dinamika dan konflik dalam perebutan kekuasaan.
            Max Weber berpendapat konflik timbul dari stratifikasi sosial dalam masyarakat. Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya ( Novri Susan 2009:42). Weber berpendapat bahwa relasi-relasi yang timbul adalah usaha-usaha untuk memperoleh posisi tinggi dalam masyarakat. Weber menekankan arti penting power (kekuasaan)  dalam setiap tipe hubungan sosial. Power (kekuasaan) merupakan generator dinamika sosial yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan power (kekuasaan) menjadi sumber dari konflik, dan dalam kebanyakan kasus terjadi kombinasi kepentingan dari setiap struktur sosial sehingga menciptakan dinamika konflik.
            Emilie Durkheim dalam salah satu teorinya gerakan sosial menyebutkan kesadaran kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai simbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Anggota kelompok ini bisa menciptakan bunuh diri altruistik untuk membela eksistensi kelompoknya ( Novri Susan 2009:45). Walaupun tidak secara tersirat membahas teori konflik namun teori Weber ini pada dasarnya berusaha untuk menganalisa gerakan sosial dan konflik. Gerakan sosial bagi Weber dapat memunculkan konflik seperti yang terjadi pada masa Revolusi Prancis.
            George Simmel berangkat dari asumsinya yang bersifat realis dan interaksionalis. Bagi simmel ketika individu menjalani proses sosialisasi mereka pada dasarnya pasti mengalami konflik. Ketika terjadinya sosialisasi terdapat dua hal yang mungkin terjadi yaitu, sosialisasi yang menciptakan asosiasi ( individu berkumpul sebagai kesatuan kelompok) dan disosiasi (individu saling bermusuhan dalam satu kelompok). Simmel menyatakan bahwa unsur-unsur yang sesungguhnya dari disosiasi adalah sebab-sebab konflik.
            Simmel berargumen ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batas-batas antara kelompok dengan memperkuat kesadaran internal ( Novri Susan 2009:48). Permusuhan timbal balik tersebut mengakibatkan terbentuk stratifikasi dan divisi-divisi sosial, yang pada akhirnya akan menyelamatkan dan memelihara sistem sosial.
            Kesimpulan: konflik pada dasarnya adalah sesuatu yang bukan saja tidak dapat dihindari tapi juga dibutuhkan oleh masyarakat, karena konflik mempertegas identitas-identitas dalam kelompok dan membentuk dasar stratifikasi sosial. Walaupun teori konflik klasik pada dasarnya sudak tidak dapat digunakan untuk menganalisis fenomena konflik kontemporer, karena teori ini diciptakan pada konteks kesejarahan yang berbeda dan perubahan struktur serta dinamika masyarakat telah diluar imajinasi para ilmuwan konflik klasik. Namun antara teori klasik dan teori kontemporer pada dasarnya sepakat bahwa konflik memainkan peran sentral dalam kehidupan karena mampu menjadi agen perubahan dan menjadi motor yang memobilisasi tindakan sosial.
Banyak orang berpendapat bahwa konflik terjadi karena adanya perebutan sesuatu yang jumlahnya terbatas. Adapula yang berpendapat bahwa konflik muncul karena adanya ketimpangan-ketimpangan dalam masyarakat, terutama antara kelas atas dan kelas bawah. Selain itu juga karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan, kebutuhan, dan tujuan dari masing masing anggota masyarakat. Sementara itu, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebab sebab terjadinya konflik antara lain sebagai berikut.
Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial
1.      Perbedaan Antar Perorangan
Perbedaan ini dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Hal ini mengingat bahwa manusia adalah individu yang unik atau istimewa, karena tidak pernah ada kesamaan yang baku antara yang satu dengan yang lain.
Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial, sebab dalam menjalani sebuah pola interaksi sosial, tidak mungkin seseorang akan selalu sejalan dengan individu yang lain. Misalnya dalam suatu diskusi kelas, kamu bersama kelompokmu kebetulan sebagai penyaji makalah. Pada satu kesempatan, ada temanmu yang mencoba untuk mengacaukan jalannya diskusi dengan menanyakan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu dibahas dalam diskusi tersebut. Kamu yang bertindak selaku moderator melakukan interupsi dan mencoba meluruskan pertanyaan untuk kembali ke permasalahan pokok. Namun temanmu (si penanya) tadi menganggap kelompokmu payah dan tidak siap untuk menjawab pertanyaan. Perbedaan pandangan dan pendirian tersebut akan menimbulkan perasaan amarah dan benci yang apabila tidak ada kontrol terhadap emosional kelompok akan terjadi konflik.
Perbedaan kebudayaan mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran individual, kebudayaan dalam masing-masing kelompok juga tidak sama. Setiap individu dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidak sama. Yang jelas, dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan nilai dan norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh satu kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok atau masyarakat lain. Apabila tidak terdapat rasa saling pengertian dan menghormati perbedaan tersebut, tidak menutup kemungkinan faktor ini akan menimbulkan terjadinya konflik sosial. Contohnya seseorang yang dibesarkan pada lingkungan kebudayaan yang bersifat individualis dihadapkan pada pergaulan kelompok yang bersifat sosial. Dia akan mengalami kesulitan apabila suatu saat ia ditunjuk selaku pembuat kebijakan kelompok. Ada kecenderungan dia akan melakukan pemaksaan kehendak sehingga kebijakan yang diambil hanya menguntungkan satu pihak saja. Kebijakan semacam ini akan di tentang oleh kelompok besar dan yang pasti kebijakan tersebut tidak akan diterima sebagai kesepakatan bersama. Padahal dalam kelompok harus mengedepankan kepentingan bersama. Di sinilah letak timbulnya pertentangan yang disebabkan perbedaan kebudayaan.
Contoh lainnya adalah seseorang yang berasal dari etnis A yang memiliki kebudayaan A, pindah ke wilayah B dengan kebudayaan B. Jika orang tersebut tetap membawa kebudayaan asal dengan konservatif, tentu saja ia tidak akan diterima dengan baik di wilayah barunya. Dengan kata lain meskipun orang tersebut memiliki pengaruh yang kuat, alangkah lebih baik jika tetap melakukan penyesuaian terhadap kebudayaan tempat tinggalnya yang baru.
2.      Bentrokan Kepentngan
Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini karena setiap individu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga akan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain. Misalnya kebijakan mengirimkan pemenang Putri Indonesia untuk mengikuti kontes ‘Ratu Sejagat’ atau ‘Miss Universe’. Dalam hal ini pemerintah menyetujui pengiriman tersebut, karena dipandang sebagai kepentingan untuk promosi kepariwisataan dan kebudayaan. Di sisi lain kaum agamis menolak pengiriman itu karena dipandang bertentangan dengan norma atau adat ketimuran (bangsa Indonesia). Bangsa Indonesia yang selama ini dianggap sebagai suatu bangsa yang menjunjung tinggi budaya timur yang santun, justru merelakan wakilnya untuk mengikuti kontes yang ternyata di dalamnya ada salah satu persyaratan yang mengharuskan untuk berfoto menggunakan swim suit (pakaian untuk berenang).
3.      Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di dalam Masyarakat
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-prosessosial di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial
Contohnya kenaikan BBM, termasuk perubahan yang begitu cepat. Masyarakat banyak yang kurang siap dan kemudian menimbulkan aksi penolakan terhadap perubahan tersebut.
Selain yang disebutkan di atas, proses sosial dalam masyarakat ada juga yang menyebabkan atau berpeluang menimbulkan konflik adalah persaingan dankontravensi.
4.      Persaingan (Competiion)
Dalam persaingan individu atau kelompok berusaha mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum. Cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.
Jika dikelompokkan, ada dua macam persaingan, yaitu persaingan yang bersifat pribadi dan tidak pribadi atau kelompok. Persaingan pribadi merupakan persaingan yang dilakukan orang per orang atau individu untuk memperoleh kedudukan dalam organisasi. Persaingan kelompok, misalnya terjadi antara dua macam perusahaan dengan produk yang sama untuk memperebutkan pasar di suatu wilayah.
`Persaingan pribadi dan kelompok menghasilkan beberapa bentuk persaingan, antara lain persaingan di bidang ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan peranan, dan persaingan ras.
a. Persaingan di Bidang Kebudayaan
Persaingan di bidang kebudayaan merupakan persaingan antara dua kebudayaan untuk memperebutkan pengaruh di suatu wilayah. Persaingan kebudayaan misalnya terjadi antara kebudayaan pendatang dengan kebudayaan penduduk asli. Bangsa pendatang akan berusaha agar kebudayaannya dipakai di wilayah di mana ia datang. Begitu pula sebaliknya, penduduk asli akan berusaha agar bangsa pendatang menggunakan kebudayaannya dalam kehidupan.
b. Persaingan Kedudukan dan Peranan
Apabila dalam diri seseorang atau kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan dan peranan terpandang maka terjadilah persaingan. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung pada apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
c. Persaingan Ras
Persaingan ras sebenarnya juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Perbedaan ras baik perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atau perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Persaingan dalam batas-batas tertentu memiliki fungsi. Berikut ini adalah beberapa fungsi persaingan:
1) alat untuk mengadakan seleksi atas dasar jenis kelamin dan sosial;
2) menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif;
3) jalan untuk menyalurkan keinginan, kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian sehingga tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing;
4) alat untuk menyaring para warga golongan fungsional sehingga menghasilkan pembagian kerja yang efektif.
Persaingan dalam segala bentuknya akan menghasilkan hal-hal yang bersifat positif maupun negatif. Hal-hal positif yang dihasilkan dengan adanya persaingan, antara lain makin kuatnya solidaritas kelompok, dicapainya kemajuan, dan terbentuknya kepribadian seseorang.
a. Makin Kuatnya Solidaritas Kelompok
Persaingan yang dilakukan dengan jujur akan menyebabkan individu saling menyesuaikan diri dalam hubungan sosialnya. Dengan demikian, keserasian dalam kelompok akan tercapai. Hal itu bisa tercapai apabila persaingan dilakukan dengan jujur.
b. Dicapainya Kemajuan
Persaingan akan lebih banyak dijumpai pada masyarakat yang maju dan berkembang pesat. Untuk itu, individu yang berada dalam masyarakat tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Persaingan akan menyebabkan seseorang terdorong untuk bekerja keras supaya dapat berperan dalam masyarakat.
c. Terbentuknya Kepribadian Seseorang
Persaingan yang dilakukan dengan jujur dapat menimbulkan tumbuhnya rasa sosial dalam diri seseorang. Namun sebaliknya, persaingan juga bisa menimbulkan hal yang negatif, yaitu terciptanya disorganisasi. Adanya disorganisasi karena masyarakat hampir tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dan melakukan reorganisasi saat terjadi perubahan. Hal itu disebabkan karena perubahan yang terjadi bersifat cepat atau revolusi.
2. Kontravensi
Kontravensi berasal dari bahasa Latin, contra dan venire yang berarti menghalangi atau menantang. Kontravensi merupakan usaha untuk menghalang-halangi pihak lain dalam mencapai tujuan. Tujuan utama tindakan dalam kontravensi adalah menggagalkan tercapainya tujuan pihak lain. Hal itu dilakukan karena rasa tidak senang atas keberhasilan pihak lain yang dirasa merugikan. Namun demikian, dalam kontravensi tidak ada maksud untuk menghancurkan pihak lain.
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker ada lima macam bentuk kontravensi.
1. Kontravensi umum, antara lain dilakukan dengan penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalanghalangi, protes, gangguan-gangguan, dan kekerasan.
2. Kontravensi sederhana, antara lain dilakukan dengan menyangkal pernyataan pihak lain di depan umum, memakimaki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
3. Kontravensi intensif, antara lain dilakukan dengan menghasut, menyebarkan desas-desus, danmengecewakan pihak lain.
4. Kontravensi rahasia, antara lain dilakukan dengan pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5. Kontravensi taktis, antara lain dilakukan dengan mengejutkan lawan dan mengganggu pihak lain.
Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni SovietPerang dingin. pada masa
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
CARA CARA MEMECAHKAN KONFLIK SOSIAL
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.
Sumber :
Susan, Novri. 2009. pengantar sosiologi konflik dan isu-isu kontemporer. Kencana: Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik ( diakses pada 18 Oktober 2011)
About these ads


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar