KONFLIK SOSIAL
Konflik pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dalam
kehidupan kita. Konflik merupakan bagian dari interaksi sosial yang bersifat
disosiatif. Konflik ini jika dibiarkan berlarut-larut dan berkepanjangan serta
tidak segera ditangani akan menimbulkan terjadinya disintegrasi sosial suatu
bangsa. Suatu keadaan yang memiliki peluang besar untuk timbulnya konflik
adalah perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan kepentingan.
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut
ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Dalam sosiologi, kita mengenal adanya teori konflik yang berupaya memahami
konflik dari sudut pandang ilmu sosial. Teori konflik adalah sebuah teori yang
memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian
nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang
menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori
konflik lahir sebagai sebuah antitesis dari teori struktural fungsional yang
memandang pentingnya keteraturan dalam masyarakat.
Teori konflik yang terkenal adalah teori yang disampaikan oleh Karl Mark, bagi
Mark konflik adalah sesuatu yang perlu karena merupakan sebab terciptanya
perubahan. Teori konflik Mark yang terkenal adalah teori konflik kelas dimana
dalam masyarakat terdapat dua kelas yaitu kelas pemilik modal (borjuis) dan
kelas pekerja miskin (proletar). Kaum borjuis selalu mengeksploitasi kaum
proleter dalam proses produksi. Eksploitasi yang dilakukan kaum borjuis
terhadap kaum proletar secara terus menerus pada ahirnya akan membangkitkan
kesadaran kaum proletar untuk bangkit melawan sehingga terjadilah perubahan
sosial besar, yaitu revolusi sosial.
Teori konflik berikutnya yang juga mempengaruhi teori konflik dalam sosiologi
adalah teori yang disampaikan oleh Lewis A. Coser. Coser berusaha merangkum dua
perspektif yang berbeda dalam sosiologi yaitu teori fungsionalis dan teori
konflik. Pada intinya coser beranggapan bahwa konflik merupakan proses yang
bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur
sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
kelompok. Ketika konflik berlangsung Coser melihat katup penyelamat dapat berfungsi
untuk meredakan permusuhan.
Katub penyelamat adalah mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mencegah
kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katub penyelamat merupakan institusi
pengungkapan rasa tidak puas atas sistem atau struktur sosial. Coser membagi
konflik menjadi dua yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik
realistis adalah konflik yang disebabkan tuntutan khusus yang dilakukan oleh
partisipan terhadap objek yang dianggap mengecewakan. Contoh: demonstarsi menuntut
agar dilakukan penurunan harga BBM. Konflik non-realistis adalah konflik yang
bukan berasal dari tujuan khusus, melainkan untuk meredakan ketegangan salah
satu pihak. Contoh: santet pada masyarakat tradisional dan pengkambinghitaman
kelompok lain yang dilakukan oleh masyarakat modern.
Teori konflik lainnya adalah Ralp Dahrendorf, teori dahrendorf merupakan
separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori konflik Mark.
Karl Mark berpendapat bahwa kontrol sarana produksi berada dalam satu individu
yang sama. Dahrendorf menolah asumsi ini dengan alasan telah terjadi perubahan
drastis dalam masyarakat, yaitu antara masa dimana Mark menyampaikan teorinya
dengan masa Dahrendrorf.
Munculnya dekomposisi modal, dekomposisi tenaga kerja, dan timbulnya kelas
menengah baru merupakan dasar dari teori Dahrendrorf. Dekomposisi modal
ditandai dengan munculnya korporasi dengan saham yang dikontrol orang banyak.
Dekomposisi tenaga kerja adalah munculnya orang ahli yang mengendalikan suatu
perusahaan. Timbulnya kelas menengah baru dari buruh terampil dalam suatu
perusahaan yang dibawahnya terdapat buruh biasa dengan gaji rendah.
Dalam perkembangannya teori konflik dibahas lebih spesifik dengan lahirnya
cabang baru sosiologi yang membahas tentang konflik yaitu sosiologi konflik.
Istilah sosiologi konflik diungkapkan oleh George Simmel tahun 1903 dalam
artikelnya The Sociology of conflict. George simmel kemudian
dekenal sebagai bapak dari sosiologi konflik. Dalam tulisan berikutnya akan
dibahas beberapa tokoh dan pandangannya mengenai teori konflik seperti Max
Weber, Emilie Durkheim, Ibnu Khaldun dan George simmel, teori Karl Mark tidak
akan dibahas disini karena telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya.
Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa bagaimana dinamika konflik dalam sejarah
manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial (‘ashobiyah)
berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Kelompok sosial
dalam struktur sosial mana pun dalam masyarakat dunia memberi kontribusi
terhadap berbagai konflik ( Novri Susan 2009:34). Dari sini dapat kita lihat
bagaimana Ibnu Khaldun yang hidup pada abad ke-14 juga telah mencatat dinamika
dan konflik dalam perebutan kekuasaan.
Max Weber berpendapat konflik timbul dari stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan
kelompoknya ( Novri Susan 2009:42). Weber berpendapat bahwa relasi-relasi yang
timbul adalah usaha-usaha untuk memperoleh posisi tinggi dalam masyarakat.
Weber menekankan arti penting power (kekuasaan) dalam setiap tipe
hubungan sosial. Power (kekuasaan) merupakan generator dinamika sosial
yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat
bersamaan power (kekuasaan) menjadi sumber dari konflik, dan dalam
kebanyakan kasus terjadi kombinasi kepentingan dari setiap struktur sosial
sehingga menciptakan dinamika konflik.
Emilie Durkheim dalam salah satu teorinya gerakan sosial menyebutkan kesadaran
kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai simbol dan norma
sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya
eksistensi kelompok. Anggota kelompok ini bisa menciptakan bunuh diri
altruistik untuk membela eksistensi kelompoknya ( Novri Susan 2009:45).
Walaupun tidak secara tersirat membahas teori konflik namun teori Weber ini
pada dasarnya berusaha untuk menganalisa gerakan sosial dan konflik. Gerakan
sosial bagi Weber dapat memunculkan konflik seperti yang terjadi pada masa
Revolusi Prancis.
George Simmel berangkat dari asumsinya yang bersifat realis dan
interaksionalis. Bagi simmel ketika individu menjalani proses sosialisasi
mereka pada dasarnya pasti mengalami konflik. Ketika terjadinya sosialisasi terdapat
dua hal yang mungkin terjadi yaitu, sosialisasi yang menciptakan asosiasi (
individu berkumpul sebagai kesatuan kelompok) dan disosiasi (individu saling
bermusuhan dalam satu kelompok). Simmel menyatakan bahwa unsur-unsur yang
sesungguhnya dari disosiasi adalah sebab-sebab konflik.
Simmel berargumen ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial, maka
konflik menciptakan batas-batas antara kelompok dengan memperkuat kesadaran
internal ( Novri Susan 2009:48). Permusuhan timbal balik tersebut mengakibatkan
terbentuk stratifikasi dan divisi-divisi sosial, yang pada akhirnya akan
menyelamatkan dan memelihara sistem sosial.
Kesimpulan: konflik pada dasarnya adalah sesuatu yang bukan saja tidak dapat
dihindari tapi juga dibutuhkan oleh masyarakat, karena konflik mempertegas
identitas-identitas dalam kelompok dan membentuk dasar stratifikasi sosial.
Walaupun teori konflik klasik pada dasarnya sudak tidak dapat digunakan untuk
menganalisis fenomena konflik kontemporer, karena teori ini diciptakan pada
konteks kesejarahan yang berbeda dan perubahan struktur serta dinamika
masyarakat telah diluar imajinasi para ilmuwan konflik klasik. Namun antara
teori klasik dan teori kontemporer pada dasarnya sepakat bahwa konflik
memainkan peran sentral dalam kehidupan karena mampu menjadi agen perubahan dan
menjadi motor yang memobilisasi tindakan sosial.
Banyak orang berpendapat bahwa
konflik terjadi karena adanya perebutan sesuatu yang jumlahnya terbatas.
Adapula yang berpendapat bahwa konflik muncul karena adanya ketimpangan-ketimpangan
dalam masyarakat, terutama antara kelas atas dan kelas bawah. Selain itu juga
karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan, kebutuhan, dan tujuan dari
masing masing anggota masyarakat. Sementara itu, Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa sebab sebab terjadinya konflik antara lain sebagai berikut.
Faktor-Faktor
Penyebab Konflik Sosial
1.
Perbedaan Antar
Perorangan
Perbedaan ini dapat berupa
perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Hal ini mengingat bahwa manusia
adalah individu yang unik atau istimewa, karena tidak pernah ada kesamaan yang
baku antara yang satu dengan yang lain.
Perbedaan-perbedaan
inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial, sebab
dalam menjalani sebuah pola interaksi sosial, tidak mungkin seseorang akan
selalu sejalan dengan individu yang lain. Misalnya dalam suatu diskusi kelas,
kamu bersama kelompokmu kebetulan sebagai penyaji makalah. Pada satu
kesempatan, ada temanmu yang mencoba untuk mengacaukan jalannya diskusi dengan
menanyakan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu dibahas dalam diskusi tersebut.
Kamu yang bertindak selaku moderator melakukan interupsi dan mencoba meluruskan
pertanyaan untuk kembali ke permasalahan pokok. Namun temanmu (si penanya) tadi
menganggap kelompokmu payah dan tidak siap untuk menjawab pertanyaan. Perbedaan
pandangan dan pendirian tersebut akan menimbulkan perasaan amarah dan benci
yang apabila tidak ada kontrol terhadap emosional kelompok akan terjadi
konflik.
Perbedaan kebudayaan
mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku perseorangan dalam kelompok
kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran individual,
kebudayaan dalam masing-masing kelompok juga tidak sama. Setiap individu
dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan
kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi
perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya
tidak sama. Yang jelas, dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan
nilai dan norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh
satu kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok
atau masyarakat lain. Apabila tidak terdapat rasa saling pengertian dan
menghormati perbedaan tersebut, tidak menutup kemungkinan faktor ini akan
menimbulkan terjadinya konflik sosial. Contohnya seseorang yang dibesarkan pada
lingkungan kebudayaan yang bersifat individualis dihadapkan pada pergaulan
kelompok yang bersifat sosial. Dia akan mengalami kesulitan apabila suatu saat
ia ditunjuk selaku pembuat kebijakan kelompok. Ada kecenderungan dia akan
melakukan pemaksaan kehendak sehingga kebijakan yang diambil hanya
menguntungkan satu pihak saja. Kebijakan semacam ini akan di tentang oleh
kelompok besar dan yang pasti kebijakan tersebut tidak akan diterima sebagai
kesepakatan bersama. Padahal dalam kelompok harus mengedepankan kepentingan
bersama. Di sinilah letak timbulnya pertentangan yang disebabkan perbedaan
kebudayaan.
Contoh lainnya adalah seseorang
yang berasal dari etnis A yang memiliki kebudayaan A, pindah ke wilayah B
dengan kebudayaan B. Jika orang tersebut tetap membawa kebudayaan asal dengan
konservatif, tentu saja ia tidak akan diterima dengan baik di wilayah barunya.
Dengan kata lain meskipun orang tersebut memiliki pengaruh yang kuat, alangkah
lebih baik jika tetap melakukan penyesuaian terhadap kebudayaan tempat
tinggalnya yang baru.
2.
Bentrokan Kepentngan
Bentrokan kepentingan dapat terjadi
di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini karena setiap individu
memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan
sesuatu. Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga akan memiliki
kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain. Misalnya
kebijakan mengirimkan pemenang Putri Indonesia untuk mengikuti kontes ‘Ratu
Sejagat’ atau ‘Miss Universe’. Dalam hal ini pemerintah menyetujui pengiriman
tersebut, karena dipandang sebagai kepentingan untuk promosi kepariwisataan dan
kebudayaan. Di sisi lain kaum agamis menolak pengiriman itu karena dipandang
bertentangan dengan norma atau adat ketimuran (bangsa Indonesia). Bangsa
Indonesia yang selama ini dianggap sebagai suatu bangsa yang menjunjung tinggi
budaya timur yang santun, justru merelakan wakilnya untuk mengikuti kontes yang
ternyata di dalamnya ada salah satu persyaratan yang mengharuskan untuk berfoto
menggunakan swim suit (pakaian untuk berenang).
3.
Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di dalam
Masyarakat
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-prosessosial di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-prosessosial di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial
Contohnya kenaikan BBM, termasuk perubahan yang
begitu cepat. Masyarakat banyak yang kurang siap dan kemudian menimbulkan aksi
penolakan terhadap perubahan tersebut.
Selain yang disebutkan di atas, proses sosial dalam
masyarakat ada juga yang menyebabkan atau berpeluang menimbulkan konflik adalah
persaingan dankontravensi.
4.
Persaingan (Competiion)
Dalam persaingan individu atau kelompok berusaha mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum. Cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.
Dalam persaingan individu atau kelompok berusaha mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum. Cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.
Jika dikelompokkan, ada dua macam persaingan, yaitu
persaingan yang bersifat pribadi dan tidak pribadi atau kelompok. Persaingan
pribadi merupakan persaingan yang dilakukan orang per orang atau individu untuk
memperoleh kedudukan dalam organisasi. Persaingan kelompok, misalnya terjadi
antara dua macam perusahaan dengan produk yang sama untuk memperebutkan pasar
di suatu wilayah.
`Persaingan pribadi dan kelompok
menghasilkan beberapa bentuk persaingan, antara lain persaingan di bidang
ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan peranan, dan persaingan ras.
a. Persaingan di Bidang Kebudayaan
Persaingan di bidang kebudayaan merupakan persaingan antara dua kebudayaan untuk memperebutkan pengaruh di suatu wilayah. Persaingan kebudayaan misalnya terjadi antara kebudayaan pendatang dengan kebudayaan penduduk asli. Bangsa pendatang akan berusaha agar kebudayaannya dipakai di wilayah di mana ia datang. Begitu pula sebaliknya, penduduk asli akan berusaha agar bangsa pendatang menggunakan kebudayaannya dalam kehidupan.
a. Persaingan di Bidang Kebudayaan
Persaingan di bidang kebudayaan merupakan persaingan antara dua kebudayaan untuk memperebutkan pengaruh di suatu wilayah. Persaingan kebudayaan misalnya terjadi antara kebudayaan pendatang dengan kebudayaan penduduk asli. Bangsa pendatang akan berusaha agar kebudayaannya dipakai di wilayah di mana ia datang. Begitu pula sebaliknya, penduduk asli akan berusaha agar bangsa pendatang menggunakan kebudayaannya dalam kehidupan.
b. Persaingan Kedudukan dan Peranan
Apabila dalam diri seseorang atau kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan dan peranan terpandang maka terjadilah persaingan. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung pada apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
Apabila dalam diri seseorang atau kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan dan peranan terpandang maka terjadilah persaingan. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung pada apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
c. Persaingan Ras
Persaingan ras sebenarnya juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Perbedaan ras baik perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atau perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Persaingan dalam batas-batas tertentu memiliki fungsi. Berikut ini adalah beberapa fungsi persaingan:
1) alat untuk mengadakan seleksi atas dasar jenis kelamin dan sosial;
2) menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif;
3) jalan untuk menyalurkan keinginan, kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian sehingga tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing;
4) alat untuk menyaring para warga golongan fungsional sehingga menghasilkan pembagian kerja yang efektif.
Persaingan ras sebenarnya juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Perbedaan ras baik perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atau perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Persaingan dalam batas-batas tertentu memiliki fungsi. Berikut ini adalah beberapa fungsi persaingan:
1) alat untuk mengadakan seleksi atas dasar jenis kelamin dan sosial;
2) menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif;
3) jalan untuk menyalurkan keinginan, kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian sehingga tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing;
4) alat untuk menyaring para warga golongan fungsional sehingga menghasilkan pembagian kerja yang efektif.
Persaingan dalam segala bentuknya akan menghasilkan
hal-hal yang bersifat positif maupun negatif. Hal-hal positif yang dihasilkan
dengan adanya persaingan, antara lain makin kuatnya solidaritas kelompok,
dicapainya kemajuan, dan terbentuknya kepribadian seseorang.
a. Makin Kuatnya Solidaritas Kelompok
Persaingan yang dilakukan dengan jujur akan menyebabkan individu saling menyesuaikan diri dalam hubungan sosialnya. Dengan demikian, keserasian dalam kelompok akan tercapai. Hal itu bisa tercapai apabila persaingan dilakukan dengan jujur.
Persaingan yang dilakukan dengan jujur akan menyebabkan individu saling menyesuaikan diri dalam hubungan sosialnya. Dengan demikian, keserasian dalam kelompok akan tercapai. Hal itu bisa tercapai apabila persaingan dilakukan dengan jujur.
b. Dicapainya Kemajuan
Persaingan akan lebih banyak dijumpai pada masyarakat yang maju dan berkembang pesat. Untuk itu, individu yang berada dalam masyarakat tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Persaingan akan menyebabkan seseorang terdorong untuk bekerja keras supaya dapat berperan dalam masyarakat.
Persaingan akan lebih banyak dijumpai pada masyarakat yang maju dan berkembang pesat. Untuk itu, individu yang berada dalam masyarakat tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Persaingan akan menyebabkan seseorang terdorong untuk bekerja keras supaya dapat berperan dalam masyarakat.
c. Terbentuknya Kepribadian Seseorang
Persaingan yang dilakukan dengan jujur dapat menimbulkan tumbuhnya rasa sosial dalam diri seseorang. Namun sebaliknya, persaingan juga bisa menimbulkan hal yang negatif, yaitu terciptanya disorganisasi. Adanya disorganisasi karena masyarakat hampir tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dan melakukan reorganisasi saat terjadi perubahan. Hal itu disebabkan karena perubahan yang terjadi bersifat cepat atau revolusi.
Persaingan yang dilakukan dengan jujur dapat menimbulkan tumbuhnya rasa sosial dalam diri seseorang. Namun sebaliknya, persaingan juga bisa menimbulkan hal yang negatif, yaitu terciptanya disorganisasi. Adanya disorganisasi karena masyarakat hampir tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dan melakukan reorganisasi saat terjadi perubahan. Hal itu disebabkan karena perubahan yang terjadi bersifat cepat atau revolusi.
2. Kontravensi
Kontravensi berasal dari bahasa Latin, contra dan venire yang berarti menghalangi atau menantang. Kontravensi merupakan usaha untuk menghalang-halangi pihak lain dalam mencapai tujuan. Tujuan utama tindakan dalam kontravensi adalah menggagalkan tercapainya tujuan pihak lain. Hal itu dilakukan karena rasa tidak senang atas keberhasilan pihak lain yang dirasa merugikan. Namun demikian, dalam kontravensi tidak ada maksud untuk menghancurkan pihak lain.
Kontravensi berasal dari bahasa Latin, contra dan venire yang berarti menghalangi atau menantang. Kontravensi merupakan usaha untuk menghalang-halangi pihak lain dalam mencapai tujuan. Tujuan utama tindakan dalam kontravensi adalah menggagalkan tercapainya tujuan pihak lain. Hal itu dilakukan karena rasa tidak senang atas keberhasilan pihak lain yang dirasa merugikan. Namun demikian, dalam kontravensi tidak ada maksud untuk menghancurkan pihak lain.
Menurut Leopold von Wiese dan Howard
Becker ada lima macam bentuk kontravensi.
1. Kontravensi umum, antara lain dilakukan dengan penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalanghalangi, protes, gangguan-gangguan, dan kekerasan.
2. Kontravensi sederhana, antara lain dilakukan dengan menyangkal pernyataan pihak lain di depan umum, memakimaki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
3. Kontravensi intensif, antara lain dilakukan dengan menghasut, menyebarkan desas-desus, danmengecewakan pihak lain.
4. Kontravensi rahasia, antara lain dilakukan dengan pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5. Kontravensi taktis, antara lain dilakukan dengan mengejutkan lawan dan mengganggu pihak lain.
1. Kontravensi umum, antara lain dilakukan dengan penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalanghalangi, protes, gangguan-gangguan, dan kekerasan.
2. Kontravensi sederhana, antara lain dilakukan dengan menyangkal pernyataan pihak lain di depan umum, memakimaki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
3. Kontravensi intensif, antara lain dilakukan dengan menghasut, menyebarkan desas-desus, danmengecewakan pihak lain.
4. Kontravensi rahasia, antara lain dilakukan dengan pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5. Kontravensi taktis, antara lain dilakukan dengan mengejutkan lawan dan mengganggu pihak lain.
Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau
konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang
berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara
bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata,
yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan
perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan
perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu
perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan
keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti
ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat,
bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka
pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi
tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan
perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha
untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap
penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai
kestabilan n Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah,
jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan
ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang,
lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi
karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai
contoh : adu senjata
antara Amerika Serikat dan Uni SovietPerang dingin.
pada masa
CARA CARA MEMECAHKAN KONFLIK SOSIAL
1. Elimination, yaitu
pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang
diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan
sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang
atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau
pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan
yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang
ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan
argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan
kelompok mayoritas
yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas.
Kelompok minoritas
sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama
dengan kelompok mayoritas.
6. Integrasi, yaitu
mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai
diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.
Sumber :
Susan, Novri. 2009. pengantar sosiologi konflik dan
isu-isu kontemporer. Kencana: Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
( diakses pada 18 Oktober 2011)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar